PEDAGOGIK KRITIS:
PERKEMBANGAN,SUBSTANSI,DAN PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Oleh: H.A.R. TILAAR
(Profesor Emeritus Pedagogik
Universitas Negeri Jakarta)
Pendidikan mempunyai dua dimensi yang saling
berautan. Pertama, pendidin merupakan suatu hak asasi manusia. Kedua,
pendidikan merupakan suatu proses. Sebagai suatu hak asasi manusia berarti
bahwa manusia tanpa pendidikan tidak dapat mewujudkan kemanusiaannya.
Selanjutnya ia hanya menjadi manusia apabila berada di dalam hubungan dengan
sesamanya. Pendidikan sebagai suatu proses berarti bahwa menjadi manusia tidak
terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan suatu proses kemanusiaan dalam
kebersamaan dengan sesama manusia.
Pendidikan sebagai suatu proses berarti bahwa
pendidikan merupakan suatu peristiwa manusia manusia. Peristiwa tersebut
berarti merupakan suatu proses perubahan. Perubahan hakikat manusia yang
memanusia berarti suatu kesadaran yang mempunyai dua segi yaitu kesadaran akan
“kebebasan diri” dan kesadaran dari “ketergantungan pada.” Seorang seniman dan
filsuf besar Kahlil Gibran dari Lebanon dengan sangat tepat mengatakan bahwa
manusia mempunyai kesadaran akan keterikatannya pada orang tuanya tetapi
sekaligus dia mempunyai kebebasan dari keterikatan tersebut. Dia seperti anak
panah yang diluncurkan dari busurnya menuju suatu tujuan tertentu dari dirinya
sendiri. Namun demikian, keterbatasan tersebut dan kekuatan melesatnya anak
panah tergantung pada besarnya daya yang melepaskan anak panah itu dari
busurnya. Inilah suatu proses pendidikan anak manusia yang memperoleh
kebebasannya dati orangtuanya namun dia melesat ke alam bebas mencari
ketergantungan Yang lain itu kebebasan dirinya sendiri. Ketergantungannya itu
pula melibatkan sesama manusia dan alam sekitarnya. Ternyata proses penyadaran
akan kebebasan implisit kemampuan kognitif manusia. Manusia adalah makluk yang
berpikir. Kebebasan ke arah berbagai ketergantungan pada yang baru memerukan
pemilihan-pemilihan yang di warnai oleh perasaan serta kemauan untuk
mewujudkannya. Inilah dimensi berikut dari manusia yang berpikir yaitu
kesadaran akan nilai-nilai yang baik dan yang buruk, yang indan dan yang tidak
indah serta kemampuan untuk mewujudkan pilihan-pilihan tersebut.
Pilihan-pilihan rasional tersebut bukan hanya yang di sadari karena aktualitasnya,
tetapi juga pilihan yang mempunyai warna kesejarahan manusia. Manusia adalah
makhluk yang menyejarah dan oleh sebab itu dia membangun kebudayaan manusia.
Kebudayaan adalah hasil karya kebebasan manusia yang menyejarah. Peradaban dan kebudayaan manusia adalah hasil
karya kesadaran manusia yang menyejarah dalam kehidupan bersama manusia dalam
lingkungan alam sekitarnya.
Proses pendidikan ternyata merupakan suatu proses
perubahan yang terus-menerus terlebih lagi dewasa ini dengan kemajuan ilmu
pengetahuan serta teknologi informasi telah menyebabkan perubahan tersebut
semakin cepat dan mengglobal. Proses globalisasi serta wujud-wujud globalitas
(globalism) telah memberikan warna tertentu di dalam proses pendidikan.
Sedangkan proses globalisasi dan bentuk globalitas
tersebut juga pada hakikatnya merupakan hasil dari proses pendidikan itu
sendiri. Pendidikan abad ke-21 menuntut pendekatan-pendekatan yang sesuai
dengan perubahan yang mengglobal itu.
Paradigma-paradigma lama yang sesuai pada zamannya
perlu dikaji kembali karena tidak relevan lai dengan perubahan. Pendidikan
perlu dan harus melihat peserta-didik tidak terisolasi dari kehidupan sosia
serta perubahan kehidupan ekonomi dan politik dunia Yng serba cepat di dalam
dunia yang mengglobal termasuk juga di dalam dunia yang semakin menyatu dalam
menghadapi pemanasan global. Demikian pula proses pendidikan yang hanya terikat
pada kepentingan peserta-didik (child-centered) ataupun untuk mempersiapkan ma
depan menurut kontruksi orang dewasa merupakan suatu yang tidak realistis.
Begitu pula proses pendidikan yang tidak menghargai kebebasan peserta-didik
dengan memaksakan budaya yang dipersepsikan orang dewasa merupakan suatu
fatamorgana. Masa Depan bukan milik orang tua dewasa ini, tetapi milik
peserta-didik dan oleh sebab itu mereka perlu di dengar dn di hormati akan
hak-haknya. Deschooling societ5 ataupun school
is deat6 merupakan tantangan terhadap
konsep pendidikan yang mengacu masa depan yang di kostruksikanoleh orang
dewasa. Lembaga-lembaga sekolah telah merupakan penjara dari kreativitas
peserta-didik dan oleh sebab itu sekolah-sekolah tersebut ditutup(mati) atau
tidak dibutuhkan lagi. Sekolah-sekolah dwasa ini yang mempersiapkan peserta
didik untuk masa depan meminta lembaga-lembaga pendidikan yang menghormati akan
hak peserta didik yang memiliki masa depan itu. Inilah skenario pedagogik kritis yang menurut
pradigma baru terhadap peran pesrta didik, peran pendidikan an peran
lembaga-lembaga pendidikan di dalam proses pendidikan generasi muda abad ke-21
A.Dari Filsafat Kritis ke Pedagogik Kritis
Pasal
1. Berpikir Kritis (Critical Thnking)
Manusia adalah makhluk yang berpikir. Dia bukan
hanya memiliki kesadaran, dia mempunyai kesadaran untuk berpikir. Binatang
mempunyai kesadaran tetapi tingkat berpikirnya sangat terbatas. Inteligensi
manusia sangat bervariatif dan ada pula yang mempunyai tingkat yang tinggi
seperti para genius.
Biasanya dibedakan antara berpikir kritis sebagai
gejala psikologis dan berpikir kritis sebagai prinsip filosofis. Di dalam
berpikir kritis para tataran psikologis sifatnya deskritif sedangkan pada
tataran filosofis mempunyai nilai kritikal,artinya , memenuhi suatu standar
atau kriteria akseptabilitas artinya sesuatu yang dianggap baik. Robert H. Ennis8, seorang filsuf menyatakan bahwa berpikir
kritis adalah suatu proses berpikir reflektif yang berfokus untuk memutuskan
apa yang diyakini untuk di perbuat. Hal ini berati di dalam berpikir kritis
diarahkan kepada rumusan-rumusan yang memenuhi kriteria tertentu untuk
diperbuat. Seorang pemikir lainnya Richard Paul9 menyatakan Berpikir kritis
merupakan suatu kemampuan dan disposisi untuk mengevaluasi secara kritis suatu
kepercayaan atau keyakinan,asumsi apa yang mendasarinya dan atas dasar
pandangan hidup mana asumsi tersebut terletak. Lipman10 mendefinisikan berpikir
kritis sebagai berpikir yang memfasilitasi keputusan oleh karena didasarkan
kepada kriteria yang nyata, yang self-corrective dan subtansif dalam konteks.
Definisi-definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa berpikir kritis merupakan
suatu konsep yang normatif.
Berpikir kritis kadang-kadang disamakan dengan
berpikir kreatif. Para ahli ada yang membedakan, ada pula yang menggunakan
silih berganti. Perbedaan antara keduanya antara lain di dalam sifat yang
menggeneralisasi yang ada pada berpikir kritis sedangkan pada berpikir kreatif
dapat saja terjadi berasal dari yang partikelir menuju kepada yang general.
Namun pada akhirnya di dalam berpikir kreatif tentunya terdapat evaluasi
sementara sebelum mengadakan suatu tindakan yang kreatif. Menurut pendapat saya
mungkin saja kedua bentuk berpikir demikian adalah sama namun perbedaannya
tergantung pada faktor waktu. Dalam berpikir kritis diperlukan waktu yang cukup
tersedia di dalam analisis sampai kepada pengambilan kesimpulan serta keputusan
untuk bertindak. Di dalam berpikir kreatif dapat saja timbul secara spontan
meskipun tentunya risikonya sangat besar dibandingkan dengan berpikir kritis
yang memerlukan deliberasi rasional yang pelik.
Suatu hal yang perlu diingatkan di dalam proses
berpikir kritis yaitu kita mudah jatuh kepada relativisme kognitif. Hal ini
dapat terjadi apabila kita meninggalkan objektivitas dari asesmen kita sehingga
secara tidak sadar kita jatuh kepada egosentrisitas dan mungkin pula
sosiosentrisitas.11
Di dalam situasi pendidikan kita menghadapi
keputusan-keputusan yang perlu diambil yang mengandung unsur-unsur moral dn
kognitif. Apabila kita memisahkan antara pertimbangan moral dan pertimbangan
kognitif maka dapat saja terjadi proses penggeralisasian yang sangat abstrak.
Sebagai contoh misalnya kebijakan pendidikan yang menyamaratakana pesrta-didik
tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang nyata di lapangan dapat menghasilkan
berpikir kritis yang tidak tepat. Pelaksanaan ujian Nasional dewasa ini antara
lain yang hanya didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan kognitif yaitu didsarkan kepada standar-standar yang
abstrak yang diambil dari negara-negara industri maju akan menghasilkan brpikir
kritis yang keliru.
Berpikir Kritis dan Pendidikan
Mengapa berpikir kritis merupakan suatu yang penting
di dalam pendidikan modern? Ada beberapa pertimbangan:12
1. Mengembangkan
berpikir kritis di dalam pendidikan berarti kita memberikan penghargaan kepada
peserta didik sebagai pribadi (respect as person). Hal ini akan memberikan
kesempatan kepada perkebangan pribadi peserta didik sepenuhnya karena mereka
merasa diberikan kesempatan dan dihormati akan hak-haknya dalam perkembangan
pribadinya.
2. Berpikir
kritis merupakan tujuan yang ideal di dalam pendidikan karena mempersiapkan
peserta didik untuk kehidupan kedewasaanya. Mempersiapkan peserta didik untuk
kehidupan kedewasaan bukan berati memberikan kepada merek sesuatu yang telah
siap tetapi mengikutsertakan peserta didik di dalam pemenuhan perkembangan
dirinya sendiri dan arah dari perkembangannya sendiri (self-direction).
3. Perkembangan
berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita-cita tradisional
seperti apa yang ingin dicapai melalui pelajaran ilmu-ilmu eksakta dan kealaman
serta mata-mata pelajaran lainnya yang secara tradisional dianggap dapat
mengembangkan berpikir kritis.
4. Berpikir
kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan
demokratis. Demokrasi hanya dapat berkembang apabila warga negaranya dapat
berpikir kritis di dalam masalah-masalah politik, sosial, dan ekonomi.
Apakah ada kritik terhadap pengandalan berpikir
kritis di dalam pendidikan? Para kritisi pendidikan kritis mengkritik akan
kemungkinan terjadinya distorsi di dalam pelaksanaan berpikir kritis di dalam
masyarakat yang masih terdapat penindasan terhadap kelompok yang tidak berdaya
seperti kaum perempuan fakir miskin dan lapisan-lapisan masyarakat lainnya yang
tidak berdaya dalam masyarakat kapitalis. Para kritisi lain memberikan
tanggapan mengenai bahaya dari pendidikan kritis sebagai suatu bentuk hegemoni
budaya yang hanya dimiliki oleh kelompok tertentu. Dengan kemampuan kritisnya
mereka dapat mencari alasan-alasan yang di dukung dengan kekuasaan dalam
memberikan pembenaran terhadap argumen-argumen yang dikemukakannya. Hal ini
hanya dapat diatasi apabila pendidikan kritis telah merata di dalam suatu
masyarakat.
Pasal
2. Immanuel Kant dan Friedrich Herbart
Berpikir kritis memperoleh impetus dalam kebudayaan
Barat dari dua filsuf yaitu Immanuel Kant dan Friedrich Herbart, yang terakhir
ini khususnya dalam bidang pendidikan.
Immanuel Kant
Di dalam bukunya yang terkenal “The Critique of Pure
Reason” (1781), Kant menjembatani antara dua pemikiran ekstrim: empirisme dan
rasionalisme. Rasionalisme yang telah dimlai oleh filsuf Plato menitikberatkan
pada kemampuan akal manusia. Menurut Pluto akal sehat manusia dapat menangkap
kenyataan di dalam bentuk ide-ide. Ide-ide tersebut diberikan arti oleh manusia
dengan kemampuan akalnya. Seperti rasio murni mendapat tantangan dari
Ariestoteles yang menyatakan bahwa yang nyata adalah yang dapat ditangkap
secara empiris.
Rasionalisme yag dikembangkan sejak Plato
mendapatkan tempat-tempat yag subur di dalam Abad pertengahan dalam
perkawinanya dengan teologi agama Kristen di dunia barat. Konsep-konsep agama
yang abstrak yang hanya dapat dicapai oleh manusia menurut rasionya pada
akhirnya membuahkan suatu kebudayaan tertutup karena segala sesuatu dapat
dijelaskan menurut rasio berdasarkan ide-ide yang abstrak. Maka lahirlah Abad
Kegelapan di dalam Kebudayaan Barat.
Meskipun rasionalisme yang melahirkan idealisme
telah dilahrkan Abad Kegelapan tetapi dengan rasinalisme itu pula yang telah menghancurkan
benteng-benteng kebudayaan Baraat pada Abad Pertengahan melalui rasio iu
sendiri. Dengan rasio manusia telah digunakan untuk menghancurkan dogma-dogma
agama bahkan Sampai menetang agama itu sendiri. Abad pencerahan atau aufklarung
dalam arti sempitnya berarti lepasnya kebudayaan barat dari kungkungan dogma
agama Kristiani.
Rasionalisme mengajarkan bahwa yang nyata hanya
dapat ditangkap melaui rasio manusia. Hal ini ditantang oleh aliran yang berlawanan
dengan itu yaitu empirisme yang mengatakan bahwa yang nyata adalah berdasarkan
empirik atau melalui indra. Lahirlah pemikiran dan ilmu pengetahuan yang
berdasarkan empiris yang menopang lahirnya kebudayaan pencerahan di barat. Ilmu
pengetahuan modern mulai bekembang dengan pesat dan menopang penghancuran
ideologi agama yang abstrak. Orang tidak lagi terikat dengan ajaran-ajaran
agama yang ditopang oleh kekuasaan duniawi atau yang merupakan kombinasi antara
kekuasaan duniawi atau yang merupakan kombinasi antara kekuasaan duniawi dan
surgawi, kini ditantang oleh rasio manusia yang menggunakan fakta-fakta empiris
di dalam kehidupan manusia seperti ilmu pengetahuan. Sejalan denganpandangan
dunia empirisme,dunia semkain terbuka dengan penemuan benua-benua baru serta
sejalan dengan itu koloni-koloni baru akibat ekspansi kekuasaan negara-negara
Barat yang ditopang baru kemajuan teknologi komunikasi dan perang. Lahirlah
ideologi-ideologi yang berkaitan dengan itu seperti
kolonialisme,imperialisme,materialisme,dan industrialisme. Lahirlah pula
pemikiran-pemikiran filsafat yang bertentangan dengan dogma-dogma agama seperti
marxisme yang menunjang kekuatan baru yang lahir dari kemajuan industri yaitu
kaum buruh atau kaum proletar yang melawan kapitalisme yang dimiliki oleh
kelompok-kelompok yang beruang. Dalam bidang falsafah terkenal rasionalisme
Rene Descartes: “Aku berpikir maka aku ada.”
Rasionalisme Rene Descartes ditantang oleh empirisme
David Hume. Kedua aliran falsafah yang menguasai dunia itu kemudian didamaikan
oleh filsafat Immanuel Kant yang mengakui akan kemamuan murni akal manusia dan
keberadaan fakta yang empiris di dalam bukunya yang terkenal The Critique of
Pure Reason. Pada dasarnya menurut Kant ilmu pengetahuan berasal dari empirik
tapi kemudian diolah oleh disposisi akal manusia yang murni.
Friedrich Herbart
Dalam bidang pendidikan menonjol seorang filsuf ahli
pendidikan Friedrich Herbart yang mengajarkan mengenai adanya
kemampuan-kemampuan khusus di dalam pribadi manusia. Salah satu kemampuan khusus
tersebut ialah kemampuan analitik dan sintetik. Data-data empiris yang
ditangkap oleh indra manusia kemudian diolah oleh Kemampuan akal manusia menjadi ilmu pengetahuan.
Lahirlah apa yang dikenal dalam psikologi Herbart yang mengakui adanya
kemampuan-kemampuan khusus dalam pribadi manusia yang harus dikembangkan melaui
proses pendidikan. Prikologi Herbart yang dikenal sebagai psikologi yang
mengakui akan adanya kemampuan-kemampuan yang terpisah-pisah di dalam jiwa
manusia dan kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan pula secara
terpisah-pisah. Pengaruh psikologi Herbartian sangat besar di dalam
perkembangan pendidikan di Eropa bahkan pada akhir abad ke-19 ribuan mahasiswa
Amerika belajar di Universitas-universitas Jerman dengan psikologi Herbart itu.
Konsep-konsep Herbart kemudian dibawa pulang oleh para mahasiswanya di Amerika
bahkan mendirikan Herbart Society. Herbart Society ialah yang kemudian berubah
menjadi National Society for the study of Education (NSSE) dengan publikasi
tengah tahunannya sangat terkenal sejak berdirinya tahun 1901 sampai sewasa
ini.
Pasal
3.Mazhab Frankfurt
Pemikiran Pedagogik kritis sangat erat kaitannya
dengan teori kritik soail yang lahir di Frankfurt. Pada tahun 1923 lahirlah Das
Institute fur sozial forschung atau Lemabaga Penelitia Sosial.14 Lahirnya
lembaga ini tidak terlepas dari pergulatan politik yang terjadi di Eropa
khususnya di Jerman sesudah selesainya perang dunia I. Berakhirnya PD I melahirkan
kekaisaran Jerman yang baru dalam waktu singkat diganti dengan berdirinya
Republik Jerman. Kemudian selama 13 tahun terjadi pergulatan dua partai politik
yang besar yaitu Partai Komunis Jerman dan Partai Sosial Demokratik. Di dalam
pergulatan tersebut partai Komunis Jerman tidak berhasil mengumpulkan kekuatan
kaum buruh sedangkan Partai Sosial Demokrat tidak berhasil mewujudkan janjinya
mengenai proses demokratisasi dan sosialisasi dari produksi industri Jerman.
Kekalutan politik tersebut melahirkan Nazisme di bawah pimpinan Adolft Hitler.
Sejalan dengan itu pula, di Italia dan di Spanyol berdiri pemerintahan fasis.
Gerakan sosial Liberal di negara-negara tersebut bekerja di bawah tanah atau
ditindas. Gerakan antidemokrasi di negara-negara eropa tersebut ditambah lagi
dengan gagalnya ajaran Marxisme oleh Lenin sesudah digantikan oleh Stalin lebih
mempertajam argumentasi mahzab Frank furt di dalam kritik sosial. Mereka
melihat pertumbuhan kapitalisme
Serta tumbuhnya Marxisme ortodok menimbulkan
masalah-masalah sosial politik seperti gerakan buruh yang gagal, perkembangan
kapitalisme yang menimbulkan maslah-maslah dalam hubungan politik dan ekonomi
serta hubungan-hubungan sosial seperti hubungan keluarga yang berubah,serta
munculnya bentuk-bentuk budaya yang baru. Semua hl tersebut merupakan objek
pemikiran kritis dari mahzab Frankfurt. Mudah dimengerti mengapa nahzab
Frankfurt memberikan impetus yang luar biasa terhadap lahirnya pedagogik kritis
kemudian. Pemuka-pemuka nahzab Frankfurt yang kebetulan kebanyakan berdarah
Yahudi menjadi incaran Nazisme Jerman.para pentolannya seperti Erich Fromm dan
Marcus akhirnya melarikan diri ke Amerika Serikat yang pada gilirannya
memberikan pengaruh terhadap perkembangan ilmu-ilmu psikologi da sosial politik
di negeri Uncle Sam.
Beberapa prinsip penting pedagogik kritis yang
muncul akibat pengaruh mahzab Frankfurt:
1. Pemberdayaan
kelompok-kelompok yang termarginalisasi oleh sistem kekuasaan dan ekonomi yang
di dominasi oleh kelompok yang berkuasa .
2. Mengkritik
sistem pendidikan yang di pengaruhi oleh politik ekonomi yang secara sadar atau
tidak sadar memberikan privilege kepada peserta didik ekonomi kuat.
3. Ilmu
pengetahuan bukanlah bebas nilai tetapi merupakan rekontruksi dalam suatu
masyarakat. Sistem kekuasaan dalam masyarakat menurut Foucault menghasilkan
rekonstruksi ilmu pengetahuan yang terikat kepada kepentingan dari kelompok
yang berkuasa. Bukan hanya ilmu pengetahuan tetapi juga di dalam berbagai
hubungan masyarakat termasuk masalah-masalah seksual juga dipengaruhi oleh
sistem kekuasaan tersebut.
4. Pendidikan
yang benar adalah bukan merupakan suatu transmisi kebudayaan yang pada
hakikatnya dikuasai oleh kelompok-kelompok yang berkuasa.
5. Prinsip
hegemoni yang dikemukakan oleh Gramsci dapat digunakan oleh pendidik di dalam
menghadapi masalah-masalah asimetris di dalam kekuasaan serta hubungan-hubungan
sosial lainnya di dalam masyarakat yang dikuasai kelas berkuasa (ruling class).
6. prinsip perlawanan terhadap hergemoni dari
kelompok berkuasa. Pendidikan dapat memberikan alat tanpa revolusi dalam
melawan ketidakadilan di dalam masyarakat.
7. praksis: aliansi antara teori dan praktk.
Prinsip ini dikembangkan oleh Paulo freire yang menghubungkan anatar individu
dengan objek yang di pelajarinya. Dengan adanya kesatuan antara teori dan
praktik maka pendidikan akan langsung berhubungan dengan prioritas. Dengan kata
lain verbalisme akandapat dihilangkan dari proses pendidikan karena teori
langsung dikaitkan dengan praktik.
8. dialog dan penyadaran. Dialog mengimplikasikan
adanya pemberdayaan, sedangkan pemberdayaan itu sendiri berarti lahirnya
kesadaran akan kemampuan seseorang baik kelebihanya maupun kekurangan nya.
Prinsip inilah yang terkenal di dalam gerakan pemberdayaan Paulo freir.
Tokoh-tokoh terkenal dari mazhab frankkrut anatara
lain max horkheimer yang memimpin nya pada tahun 1930. Theodor adorno, walter
benjamin, leo lowenthal, erich fromm, Herbert Marcuse, dan yang terkahir jurgen
habermas. Di amerika serikat selain erich fromm dalam bidang psikologi, Herbert
Marcuse popular dalam pemikiran-pemikiran nya tentang prinsip-prinsip hegel,
max, Heidegger di dalam pengaruhnya dalam dunia kerja, seks, percintaan, yang
berfungsi di masyarakat demokrasi.
Pasal
4. Studi kulturdi
Era1970-1980 dalam masa orde baru merupakan suatu
periode eksperimentasi dalam progresivisme pendidikan nasional. Berbagai
eksperimen dilakukan seperti proyek cianjur yang menekankan pada aktivitas
peserta didik di bawah pimpinan Prof. Dr. Harsja W. Bahtiar boleh dikatakan mulai berhasil. Saying sekali
ekperimen tersebut yang dimulai dalam pelita ke-2 berakhir pada pelita ke-3.
Eksperimen tersebut tidak dilanjutkan dan praksis pendidikan kembali seperti
semula. Demikian pula berbagai sekolah percobaan yang di pelopori oleh Prof.
Dr. Ny. Pakasi di IKIP Malang telah menunjukan hasil-Hasilnya sayang sekali
eksperimen tersebut juga tidak dilanjutkan.
Era 1980-2000 merupakan era peralihan dengan
terjadinya perubahan politik. Target-target yang direncanakan di dalam
perencanaan jangka panjang pertama boleh dikatakan secara kuantitatif menemukan
hasilnya. Namun perubahan-perubahan yang esensial di dalam proses pendidikan
belum sempat dilakukan. Memasuki era reformasi Indonesia memasuki masa transsi
dengan peralihan dari system sentralisasi menjad system desentralisasi, termasuk
dalam pendiidikan. Dengan dihapuskan nya GBHN, program-program tidak mempunyai
perencanaan yang jelas sehingga dapat dikatakna arah pendidikan nasional
kehilangan juntrungan nya. Era reformasi ditandai dingan masa liberalisasi dan
munculnya neoliberalisme di dalam system
pendidikan nasional. Paham-aham seperti system kekuatan pasar,
standarisasi, ujian nasional yang terpusat, komodifikasi pendidikan, dan
berbagai konsep komersisalisasi pendidikan mulai muncul. Bahkan muncul
konsep-konsep fatamorgana menuju world dass education lahir dimana-mana dengan
embel-embel pendidikan bertaraf international. Ditengah-tengah kekacauan arah
pendidikan nasional pada tahun 2002 dapat dianggap sebagai momentum lahirnya
perintisan pendagogik kritis dengan terbitnya buku H.A.R Tibar perubahan sosial
dan pendidikan. Pengantar pedagogic transformative untuk Indonesia.
Apakah yangt disumbangkan oleh studi kultural dalam
pengembangan pendagogik kritis. Pertama-tama ialan tentang pentingnya
kebudayaan dalam hidup manusia, khusunya di inggris yang mengenal adanya budaya
dan masyarakat feudal yang kental. Seorang budayawan inggris terkenal pada abad
ke-19 matthew Arnold dalam bukunya culture and anarchy (1869) menyatakan bahwa
kebudayaan dan kehidupan masyarakat inggris pada waktu itu mengalami
pertentangan antar aliran hebralis yang berakar pada budaya yudais-kristen yang
memntingkan kata hati, dnegan aliran helenis yang berakar pada budaya yunani
yang mementingkan berfikir jernih. Menurut Arnold masyarakat hanya akan maju
apabila kedua aliran budaya ini dapat
disatukan. Frank R. leavis dalam bukunya
culture and environment(1933) membedakan antara masyarakat dan budaya dalam
konsep masyarakat termasuk bentuk-bentuk kehidupna modern yang serba murahan
dalam masyarakat industry. Dalam konsep budaya populer yang dimiliki
rakyat biasa. Dengan konsep ini leavis
bertentangan dengan Arnold yang hanya mengakui adanya budaya elit.
Pertentangan pendapat antara Arnold dan leavis
menunjukan adanya perubahan dalam apresiasi kebudayaan yang lahir dari seluruh
rakyat tanpa membedakan adanya kebudayaan elit dan kebudayaan rakyat dengan
jela sperubahan persepsi mengenai kebudayaan ini menggambarkan perkembangan
demokrasi dalam kehidupan masyarakat eropa, sejalan pula dengan dimulainya
program wajib belajar di eropa pada akhir abad 19.
Perubahan persepsi dan aprisiasi budaya serta
terinspirasi dengan penilitian sosial di universitas Frankfurt, lahirlah di
Birmingham center of contempory culture studies (CCCS) pada tahun 1964. Tokoh-tokoh terkenal dalam
pusat studi kebudayaan itu antara lain Richard hoggart, Raymond Williams,
stuart hall, Jorge lorrain. Tokoh-tokoh anyar dalam studi kultural seperti
deleuze, derrida, laclau, levinas, zizek.
Beberapa karya penting yang disumbangkan oleh CCCS
antara lain karya Richard hoggart, the uses of literacy(1958) yang mengangkat
budaya kaum pekerja yang telah melahirkan “mass culture” yang sebelumnya
termaginalisasi dengan menunjukan arti dan pentingnya budaya masa yang dengan
sendirinya menuntut pendidikan berkualitas untuk rakyat. Raymond William dalam
karyanya culture and society (1957) mengangkat pentingnya kebersamaan,
pentingnya kolektif, kesamaan sejarah dalam membangun masa depan yang
progresif. Stuart hall dibawah kepemimpinannya CCCS mendapat pengaruh marxisme
yang pada waktu itu sedang berkembang di eroa sehingga penelitian-penelitian
diarahkan pada kelompok-kelompok khusus dalam masyarakat. Studi kultural
mendapatkan corak sosiologis yang kental.
Studi kultural kemudia memusatkan perhatian nya pada
emar maslah sosial pokok, yaitu: 1) Kekuasaan dengan mengangkat budaya rakyat
dan proses demokrasi, 2) masalah
globalisasi yang mengubah secara radikal banyak masyarakat tradisional,
3) identitas masyarakat dalam menghadapi gelombang perubahan globalisasi, 4)
masalah seksualitas dan gender.
Dewasa ini studi kultural memberikan perhatian pada
masalah-masalah pertautan antar studi kultural dan teori budaya dalam masalah
antikapitalisme, etika, poshumanitas, pos marxisme, dan masalah-masalah
transnasional.
Demikianlah pokok-pokok yang dikaji oleh studi
kutural yang merangsang lahir dan berkembangnya pedagogic kritis karna proses
pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembudayaan.
B. pedagogik kritis di kontinen eropa, amerika,
asia, dan Australia.
Pedagogic kritis belum berumur setahun jagung
dibandingkan dengan pemikiran-pemikiran pendidikan modern lainya. Telah
dijelaskan di bagian A tulisan ini cikal bakal lahirnya pedagogic kritis di
eropa, namun demikian perkembangan yang sebenarnya dari pedagogic kritis
terjadi di amerika serikat dengan terbitnya buku henry Giroux “ theory and
resitance in education” (1983) namum pemikiran-pemikiran pedagogik kritis
memperoleh impetusnya ketika buku Paulo freire pada tahun 1970-an diterjemahkan
dalam bahasa inggris “ the pedagogy of the oppressed” kedatangan Paulo freire
sebagi dosen tamu di Harvard university pada tahun 1970 lebih memberikan angin
segar bagi tumbuh nya pedaogik kritis di amerika. Maka lahir lah
pemikir-pemikir pedagogic kritis disamping henry Giroux yaitu Stanley
aronowitz, Michael apple, maxim greene, peter mclaren, bell hook, donaldo
macedo, michell fine, jeam anyon, dan tokoh-tokoh lainya.
Pasal
5. Pedagogic kritis di kontinen eropa
Dalam perkembangan mazhab Frankfurt telah kita lihat
bagaimana pedagogic kritis mempelajari hubungan antara individu dengan
perkembangan sosial budaya demikian hubungan antara sosial dan struktur ekonomi
terhadap perkembangan individu seperti terlihat dalam tulisan horkheimer di
dalam “studien uber autorit at und familie” (1963) serta tulisan adorno, the
authoritarian personality (1950). Menurut peukeurt (1963) dalam “kritische
theorie und padagogik” terdapat tiga fase dalam pengembangan teori kritis yang
berkaitan erat dengan pendidikan.
Fase pertama, analisis sosial marxisme
diintegrasikan dengan psikoanalisis freud di dalam teori sosial psikologi
sebagaimana yang diformulasikan ole Horkheimer (1937) dan Marcuse (1937). Di
dalam perkembangan tersebut diperlihatkan hubungan antara psikologis dan sosial
yang menghasilkan suatu kehidupan sosial yang dominan aa yang dikemukakan oleh
horkheimer serta Marcuse terwujud di dala pemberontakan mahasiswa pada tahun 1970-an baik di eropa maupun di
amerika. Pemikiran horkheimer tersebut berkembang di dalam pedagogic di jerman
oleh pengaruh pemikiran habernas yang bercorak positivisme dan hermeneutic.
Fase kedua, fase ini ditandai oleh
penerbitan-penerbitan horkheimer dan adorno. Khusus mengenai adorno yang
mengeluarkan teori tentang halb-bildung di mana dia mengatakan bahwa bildung
yang sebenarnya telah dihilangkan isi
normatifnya dalam hubungan nya dengan kehidupan yang baik dan benar; yang
dituju adalah kehidupan yang baik “good” sebagaimana juga berbaga jenis “good”
atau produk dalam pasar yang memberikan rasa kenyamanan dan keceriaan. Halb
bildung menghasilkan orang-orang yang kompeten dan sesuai dengan susunan
kehidupan sosial yang ada, dimana bildung yang sebenarnya bertujuan untuk
memperlengkapi seseorang yang justru mempertanyakann struktur sosial yang ada.
Kemerosotan halb bildung disebabkan karna menghilangnya otonomi individual yang
tenggelam di dalam kemajuan ilmu dan teknologi. Hasilnya ialah keterasingan
individu din dalam kelompok dann rasa kegamangan dari individu. Kedaan demikian
meminta solidaritas dan perlawanan. Keadaan tersebut bertentang dengan pendapat
habernas yang menekankan kepada dialog bebas yang potensial serta
intersubjektivitas untuk emansipasi dan solidaritas.
Fase ketiga. Ditandai oleh upaya habernas untuk
mengedepankan kembai program emansipatoris dari teori kritis dengan
mereformulasikan konsep praksis. Pada mulanya habermas menggunakan ide marxis
mengenai ilmu pengetahuan sebagai bagian untuk transformasi ekonomi dari
praksis produksi material yang menyebabkan manusia itu bisa hidup dan
berkembang. Habermas menambahkan praksis tersebut sebagai pekerjaan dan
interaksi linguistic. Habermas melanjutkan perlunya dalam kehidupan manusia
adanya interaksi linguistic yang tidak bercela yang disebutntya interaksi
komunikatif. Komunikasi yang tidak bercela berbeda dengan interaksi strategic.
Yang terakhir merupakan hasil dari motif supresif dan hubungan sosial yang manipulative. Perkembangan dalam fase
ketiga ini memegang peranan penting di dalam perkembangan pedagogic kritis di
jerman, belgia, dan belanda. Antara tahun 1965 dan 1970. Pada dasarnya
pemikiran habermas dalam teori kritis adalah memformulasikan emansipasi dan
penentuan diri sendiri sebagai tujuan umum pendidikan.
Pasal
6. Pedagogic kritis di amerika
Perkembangan pedagogic kritis di amerika sebenarnya
dipelopori oleh studi kultural sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Studi
kultural memasuki amerika ketika mulai terjadi perubahan besar didalam
kehidupan sosial politik di amerika mengenai Ras. Seperti yang telah diuraikan
studi kultural terutama meneliti mengenai masalah-masalah kebudayaan. Ketika
studi kultural yang berkembang pesat di Inggris memasuki amerika ketika itu
sedang marak prinsip demokrasi yang di kumandangkan oleh pendeta Dr.Martin
Luther King di dalam perjuangan nya melawan segregasi ras. “ ihave a dream”
telah menjungkirbalikan persepsi politik WASP yang melihat kesamaan hakikat
manusia. Ketika pada tahun 1990 di universitas illionis di adakan kongres
mengenai studi kultural di tingkat pendidikan tinggi amerika maka ternayata
prinsip-prinsip kesamaan hak asasi manusia, keseteraan budaya telah mulai marak
di lingkungan perguruan tinggi amerika serikat. Studi kultural bukan hanya
berkenaan dengan bahasa atau ilmu-ilmu sosial tetapi juga merembet ke berhagai
bidang kehidupan sosial dan ilmu pengetahuan di amerika serikat. Harus diakui
prinsip-prinsip studi kultural yang mula-mula mengimplementasikannya dalam
kehidupan sosial di amerika serikat, pertama-tama dimulai dari bidang pendidikan.
Lihatb saja publikasi henry Giroux, “theory and resistance in education”(1983)
yang pertama kali menggunakan istilah “critical pedagogy” dan menggunakan
prinsip-prinsip pemikiran kritis yang dikembangkan oleh mazhab frankfrut.
Perkembangan pedagogic kritis di dunia tidak dapat
dilepaskan dari adanya dua pengaruh besar yaitu studi kultural yang
dikembangkan di universitas Birmingham dan gerakan Paulo freireyang dikenal di
dunia sejak buku paolo freire diterjemahkan dalam bahasa inggris pada tahun 1970
“ the pedagogy of the opperessed”. Ditambah lagi dengan diundang nya paolo
freire sebagai dosen tamu di universitas Harvard pada tahun 1970-an.
Gerakan pedagogic kritis di brazil
Paolo freire adalah
seorang pendidik brazil yang terpaksa menjadi buronan dibuang dari
negaranya selama 15 tahun oleh rezim penguasa paa waktu itu. Di dalam tugasnya
ketika ada di Negara asalnya pekerjaan
paolo freire adalah membangunkan kesadaran rakyatnya. Mengenai nasibnya dibawah
tekanan penguasa ia menjadi pendidik radikal di sekolah, pendidikan kaum buruh,
dan berupaya untuk perubahan sosial dalam kesehatan rakyat, serta
erubahan-perubahan fundamental pendidikan dirasakan sangat besar karna dia
ingin menyadarkan akan nasib seseorang
sehingga mereka diberdayakan untuk memperbaiki nasibnya sendiri dengan
membongkar struktur sosial yang telah menindasnya. Akibat dari pekerjaan nya
itu ia menjadi musuh rezim penguasa pada waktu itu sehingga ia perlu menggungsi
di Negara tetangga nya dan kemudia ke amerika serikat. Dari situ pengaruh paolo
freire lebih mendunia dengan tugasnya pada persatuan gereja-gereja sedunia di
Geneva.selam tugasnya inilah terasa banyak pengaruhnya melebar dan meluas
sampai ke afrika dan asia. Seperti dikketahui ajaran-ajaran paolo freire tidak
membatasi pendidikan hanya di ruang kelas
tetapi berkaitan dengan maslah kekuasaan, budaya, dan penindasan. Ia
mengembangkan ilmu pendidikan melawan berbagai jenis eksploitasi dan dominasi.
Inilah yang dikenal sebagai pendidikan emansipatoris dia menantang masalah-masalah
sentral di dalam pendidikan melalui pendidikan parsipatoris dan emansipatoris
yaitu yang berkaitan dengan pengembangan sikap demokrasi. Inilah yang mewarnai
dan merupakan garis merah dari berbagai tulisan nya tentang pendidikan. Paolo
freire merupakan lambing dunia dalam gerakan pendidikan kritis.
Hamper bersamaan dengan terbitnya “pedagogy of the
oppressed” pada tahun 197, seorang pendidik sosial di brazil pada tahun 1971 menerbitkan buku “theater of the
oppressed”. Augusto boal sudah sejak tahun 60an mengembangkan suatu teater
eksperimental yang menggunakan approach yang dianggap modern yaitu dengan
mengundang para penonton di tenga-tengah pertunjukan untuk memberikan komentar
atau berdialog. Lahirlah apa yang disebut dengan “spec-actor” yang berarti
partisipasi seseorang di dalam suatu masalah sosial. Hal tersebut yang dikenal
sebagi pemberdayaan masyarakat bersama dengan apa yang ingin dicapai oleh rekan
nya paolo freire dalam pendidikan, baik
di sekolah maupun di luar sekolah. Nasib augusto boal juga sama dengan nasib
yang diderita oleh paolo freire yaitu ia dikucilkan dari negaranya. Namun
demikian, cita-citanya terus dapat dikembangkan di Negara-negara amerika latin
seperti argentina dan kemudian di paris. Dia kembali ke brazil pada tahun 1986
ketika kekuasaan militer telah berakhir. Boal akhirnya kembali lagi ke
negaranta pada tahun 1986. Pengaruh bukunya sudah meluas dan telah diadakan
konfrensi mengenai hubungan antara pedagogic dan teater pada tahun 1994. Boal
telah menghubungkan antara teater dan pendidikan untuk mengembangkan kesadaran
rakyat terhadap penindasan dan menghendaki perkembangan keenian yang bebas.
Keduanya, baimpaolo freire maupun augusto boal merupakan pelopor-pelopor dari
pelaksanaan berpikir kritis di dalam seluruh kehidupan manusia. Mereka adalah
pahlawan dan perintis dari pedagogic kritis yang besar.
Perkembangan pedagogikkritis di amerika serikat
Perkembangan pedagogic kritis di amerika serikat
melalui jalan panjang dan berliku, berhubungan dengan politik dan ekonomi sosial
Negara baru amerika. Ketika “declaration of independence” dikumandangkankan
sebagai dasar terbentuknya Negara. Amerika serikat yang demokratis, didalam
masyarakat sudah terdapat benih-benih pengingkaran terhadap prinsip tersebut.
Pada waktu itu para budak yang diimpor dari benua afrika telah menjadi tenaga
kerja murah diperkebunan kapas, jagung, gandum, dan sebagainya. Maslah
perbudakan ini merupakan maslah sosial yang menentang pelaksanaan
prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi
manusia sebagaiman tercantum di dalam “declaration of independence” (1776).
Demikianlah perjuangan untuk melaksanakannya itu telah melahirkan perang
saudara di amerika serikat dengan munculnya
seorang pahlawan presiden Abraham Lincoln. Namun demikian, perjuangan
Abraham Lincoln belum sepenuhnya berhasil dari praktik segrasi khusunya
terhadap penduduk kulit berwarna tetap dilaksanakan.
Perjuangan untuk kesamaan hak penduduk hitam dan
penduduk putih di amerika serikat juga melalui jalur pendidikan. Dalam kaitan
ini perlu dikemukakan jasa pemikiran filsuf pendidikan john dewey yang dianggap
sebagai bapak dari gerakan pendidikan progresif ( progressive education
movement). Di dalam falsafah pendidikan nya John Dewey telah memngumumkan
kaitan anatar dasar-dasar politik demokrasi dan dasar-dasar pendidikan. Menurut
dewey proses demokratisasi merupakan suatu proses pendidikan. Dia mengemukakan
prinsip “ a language of possibility” dalam kaitannya dengan prinsip tentang
keterkaitan antara intelegensi individual dan inteligensi sosial dalam hubungan
nya dengan interkasi serta kemerdekaan dengan demikian, falsafah John dewey
merupakan tantangan terhadap politik segregasi di amerika serikat termasuk
segregasi dalam bidang pendidikan.
Dari kelompok penduduk kulit berwarna (negro) dapat
dicatat perjungan yang dilaksanakan oleh beberapa tokoh hitam seperti W.E.B.
Dubois dan Carter W.Woodson. kedua pemimpin kelompok hitam ini diakui
kontribusinya di dalam sejarah prjuangan kulit hitam. Ada tahun 1902 dubois
menerbitkan bukunya “the souls of black folk”
dan pada tahun 1933 woodson menerbitan “ the miss education of the
negro”. Perjuangan kedua pemimpin kulit hitam tersebut diwujudkan di dalam
bidang pendidikan oleh myles Horton dengan zilphia Johnson Horton. Myles
mendirikan sekolah highlander folk school di Tennessee. Istrinya zilphia
memasukan dimensi-dimensi budaya didalam nyanyian yang diajarkan di sekolah
serta dia mengadakan pula kegiatan-kegiatan dalam persatuan buruh kulit hitam.
Gerakan antisegregasi semakin berkembang melalui
pendidikan. Pada permulaan tahun 1960an Herbert kohl membuka oen school
movement di amerika serikat. Dia ingin membuka pintu public school yang
dibiayai oleh pemerintah negarabagian bagi semua warga Negara. Dengan pekerjaan
ini kohl dianggap sebagai peletak dasar dari perkembangan pedagogic kritis di
amerika serikat dalam praktik. Para pendekar pedagogic kritis lainya dalam
zaman modern termasuk antara lain jonathan kozol di dalam bukunya “ death at an
early age” yang menentang berbagai jenis rasisme di dalam pendidikan.
Publikasinya yang terkenal juga antara lain “ the shame of the nation: the
restoration of apartheid schooling in America”. Bahkan pada tahun 2007 kozol
memprotes undang-undang baru pendidikan “no child left behind” yang menurut
kozol masih tetap mempraktik ide segregasi.
Tokoh pendidikan lain yang memperjuangkan kesamaan
hak kulit hitam adalah Maxine greene seorang perempuan pertama yang diangkat
sebagai gurubesar di teacher college, Columbia university terkenal
perjuangan nya melalui pendidikan dan
estetika didalam upaya untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam
kehidupan masyarakat amerika yang dianggapnya masih saja melaksanakan politik segregasi.
Bagi Maxine Greene demokrasi merupakan suatu “a way of life” yang harus di
praktikan bukan hanya di dalam arena politik tetapi juga di dalam berbagai
bentuk kehidupan sosial manusia Amerika. Prinsip-prinsip tersebut harus juga
berlaku di dalam pengalam-pengalaman pendidikan, di dalam pelaksanaan
unsur-unsur keindahan (beauty) serta berbagai kehidupan penghayatan seni dalam
masyarakat. Inilah perjuangan Maxine Greene hamper lebih dari 30 tahun.
Para
ahli yang memperjuangkan hak-hak kulit hitam yang lain dalam bidang teori
seperti Samuel Bowles dan Herbert Gintis telah menhupas tentang Schooling in
Capitalist America pada tahun 1976. Perintis-perintis pendidikan antisegregasi
lainnya seperti Martin Carnoy dan Michael Apple. Michael Apple sangat terkenal
dalm ungkapannya dalam menghubungkan pembentukan capital kebudayaan (culture
capital) di dalam repreduksi ilmu pengetahuan dalam pendidikan. Praktik
segregasi di dalam pendidikan di Amerika Serikat menurut Apple merupakan suatu
kerugian di dalam terbentuknya capital budaya yang kaya dalam masyarakat.
Dalam
gerakan menentang segregasi dapat dicatat tokoh pendidik yang melaksanakan
praktik pendidikan kepada anak-anak yang disingkirkan ialah Ivan Illich seorang
Roma Katolik melaksanakan pendikan kepada anak-anak miskin imigran Irlandia dan
Porto Rico di New York City pada tahun 1950-an. Pada tahun 1971 Ivan Illich
mempublikasikan masuknya pemikiran-pemikiran studi kultural di Amerika Serikat
pertama-tama melalui pendidikan. perkembangannya berjalan begitu cepat sejalan
dengan perubahan politik dunia, rontoknya komunisme, persatuan Jerman dan
berbagai perubahan politik di dunia dalam menghilangkan praktek rasialisme
telah lebih mempercepat masuknya prinsip-prinsip progresif dalam pelaksanaan
kesamaan hak asasi manusia. Pada tahun 1990 diadakan suatu kongres studi
kultural yang di University of Illions. Dalam konsep tersebut ternyata
prinsip-prinsip studi kultural bukanhanya dilaksanakan dalam bidang pendidikan,
tetapi di dalam bidang-bidang sastra serta ilmu-ilmu sosial. Pada saat itu
praktik-praktik segregasi pendidikan untuk kelompok kulit berwarna boleh dikatakan
telah menghilang. Pada waktu itu Presiden Barak Obama telah menamatkan
pendidikannya di Harvard University dia mendapatkan pendidikan Sekolah Dasar
KatolikAsisi dan SD Negeri di Jakarta Besuki, Jakarta.
Terpilihnya
Barak Obama pada tahun 2008 sebagai orang berkulit hitam pertama menjadi
Presiden Amerika Serikat menandakan suatu perubahan yang radikal dalam praktik
regregasi di Amerika Serikat. Sebagai kampium super power demokrasi di dunia
dewasa ini perubahan tersebut mempunyai arti yang sangat penting di dalam era
globalisasi peranan Amerika melalui pendidikan sangat besar artinya di dalam
memajuakan paham demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Rontoknya Uni Soviet pads tahun 1990 menjadikan Amerika Serikat sebagi
satu-satunya super power yang menguasai dunia dewasa ini. Oleh sebab itu
kegagalannya akan merupakan ujian terhadap pandangan demokasi., demikian pula
susksesnya di dalam memimpin perkembangan dunia seperti pencapaian kedelapan
Millennium Development Goals yang ditetapkan oleh PBB merupakan batu ujian
suksesnya demokrasi dan demikian pula suksesnya pedagogik krtitis di dunia ini.
c. Pedagogik Kritis di Asia dan Australia
Anggota negara-negara Commonwealth di Asia seperti
di India, Australia, Malaysia, Singapura dan Hong Kong pada waktu itu tentunya
pengaruj kemajuan studi kultural di Inggris merembet memasuki negara-negara
ini. Apalagi ketika Paulo Freire bertugas di Wordl Council of Churches di
Geneva dia sempat bertandang bukan hanya di benua Afrika tetapi juga di benua Asia
sempai ke Malaysia. Dengan demikian butir-butir pemikiran studi kultural sudah
mulai berkembang di negara-negara atau bagian dunia ini.
Menarik perhatian adalah perkembangan studi kultural
dan pedagogik kritis di benua Australia. Sebelum PD II Australia dikenal
menjalankan politik Australia putih yaiutu menutup pintu bagi masuknya imigran
kulit berwarna seperti dari Asia dan Afrika. Perubahan politik putih Australia
ini antara lain ketika Perdana Mentri Gough Whitlam dari Partai Buruh memegang
pemerintahan di Australia terjadi imigrasi bangsa-bangsa Asia di Australia.
Politik Australia terbuka mulai dilaksanakan dan muncullah kelompok-kelompok
massyarakat Asia di Australia. Sebelumnya praktik segregasi terhadap
bangsa-bangsa non-putih sangat keras dilaksanakan di Australia. Sangat terkenal
bagaimana Australia mengadakan diskriminasi trhadapa anak-anak yatim kulit
putih yang didatangkan dari Inggris sesudah PD II. Anak-anak yatim ini mendapat
perlakuan sangat diskriminatif tanpa pendidikan yang memadai dan hal ini diakui
oleh bangsa Australia sebagi suatu cedera di dalam hubungan kemanusian. Tidak
mengherankan ketika Perdana Mentri Kevin Rudd yang sedang berkuasa meminta maaf
kepada Inggris terhadap perlakuan yang memaluka terhadapa imigran yatim piatu
dar Inggris tersebut. Selain dari pada itu, rakyat Australia telah mengakui
akan kekeliruannya dan meminta maaf atas perlakuan yang diskriminatif terhadap
kelompok Aborigines. Dewasa ini pendidikan multicultural sudah sangat maju di
Australia sehingga kelompok-kelompok minoritas mendapat perlakuan yang sama
dengan kelompok-kelompok bangsa kulit putih. Bahkan dewasa ini, dunia
pendidikan di Australia ikut aktif di dalam perumusan dan prkatik prinsip
pendidikan di dalam dunia yang mengglobal.
C. Substansi Pedagogik Kritis
Telah diuraikan betapa pedagogik kritis muncul dari
masalah-masalah sosial kritis di dalam kehidupan manusia. Sebagimana halnya
pendidikan itu pada hakikatnya merupakan gejala sosial maka pedagogik kritis
telah lahir dari pengamatan sosial mengenai kehidupan manusi yang berubah. Kita
liat mislanya pedagogik kritis yang lahir di Amerika Serikat yang secara
teoritis telah dimulai dengan gerakan pendidikan progresif dari John Dewey.
Hampir satu abad lamanya pengamatan teoritis tersebut barulah menjadi kenyataan
dengan lahirnya pedagogik kritis yang semakin relevan dengan perubahan global.
Pasal
7. Pedagogik Kritis dalam Perubahan Global Abad Ke-21
Pedagogik kritis lahir dari perubahan sosial budaya
manusia. Dalam abad ke-21 terjadi perubahan global yang ditandai oleh
masalah-masalah sosial makro yang bersinggungan dengan masalah-masalah
individual mikro. Inilah yang merupakan perhatian pokok dari riset dalam
pedagogik kritis abad ke-21. Kincheloe dan McLaren antara lain di dalam
tulisannya di berbagai publikasi menunjukan masalah-masalah substansial dari
pedagogik kritis dewasa ini yang berkaitan dengan perkembangan demokrasi.
1. Pandangan
Kritis terhadap Masalah-masalah Sosial
Kehidupan abad ke-21 menampakan adanya kompetisi di
dalam kekuasaan antara kelompok dengan individu dalam suatu masyarakat. Ada
kelompok yang semula mempunyai hak-hak istimewa mendapat tantangan dari
kelompok yang berorientasi kepada rakyat banyak. Timbullan pro dan kontra. Ada
yang ingin mempertahankan status quo ada pula gerakan yang ingin
menjungkirbalikan pandangan yang elitis yang menggantikannya dengan pandangan
yang lebih mementingkan kepentingan rakyat banyak. Di dalam dunia pendidikan
antara lain kita liat terdapat kecendrungan untuk menyiapkan pendidikan yang
kompetitif dalam era globalisasi. Pandangan ini cenderung mempunyai segi yang
negatif karena dapat mengakibatkan makin menyempitnya akses bagi kelompok
miskin untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Demikian pula masalah
tentang pemaksaan Ujian Nasional yang menggunakan paradigma “one size fits all”
tanpa melihat masih banyak kelompok-kelompok yang termarginalisasi dari
golongan elit dalam masyarakat untuk menerapkan standar-standar internasional
yang justru baru berlaku untuk masyarakat maju.
2. Emansipasi
Meluasnya prinsip demokrasi di dunia menyebabkan
semakin meleknya kelompok yang tertindas untuk memperoleh hak-hak yang sama.
Gerakan emansipasi terjadi dimana-mana yang menyebabkan solidaritas
kelompok-kelompok tertindas untuk bersatu mencari keadilan. Pedagogik kritis
memiliki perhatian utuk meneliti bagaimana kelompok-kelompok tersebut di dalam
perjuangannya menghadapi berbagai rintangan dan berbagai gejala untuk mencapai
tujuannya. Masalah emansipasi ini masih merupakan masalah yang akut di seluruh
dunia karena masih terdapat banyak sekali ketimpangan. Masalah emansipasi
perempuan di dalam ikut serta pembangunan masyarakat, diskriminasi perempuan
untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, demikian pula emnsipasi atau
gerakan feminism yang membongkar dominasi kaum pria terhadap kaum perempuan.
Emansipasi juga berlaku di dalam dunia pendidikan antara lain pendidikan yang
berorientasi kepada pasar (market oriented education) yang sebenarnya merupakan
aplikasi kehendak generasi tua dewasa ini terhadapat generasi muda di masa
depan yang berlainan dengan apa yang di gambarkan oleh para generasi muda. Apa
yang di sebut “child friendly school” merupakan gerakan emansipasi dari
generasi muda tanpa kembali kepada “child centered education”. Masa depan
bukanlah milik generasi yang sekarang, tetapi milik generasi muda. Oleh sebab
itu pendidikan yang berorientasi ke masa depan bukanlah pendidikan versi
generasi dewasa ini. Di dalam kaitan ini pedagogik kritis memberikan perhatian
yang besar terhadap pendidikan kreatif atau pendidikan kritis untuk generasi
muda.
3. Penolakan
terhadap Doktrin Marxisme Ortodoks
Teori komunisme ortodoks mengajarkan bahwa kehidupan
manusia diterminasikan oleh kehidupan ekonomi. Di dalam kaitan ini
terbentuknlah kelas-kelas ekonomi yang slaing bertentangan di dalam
perjuangannya. Untuk menghapus dominasi kelompok kapitalis diperukan suatu
revolusi dari kaum proletar atau buruh. Doktrin ini ternyata sangat
menyederhanakan persoalan di dalam kehidupan manusia. Abad ke-21 menunjukan
bahwa kehidupan manusia bukan semata-mata ditentukan oleh factor ekonomi tetapi
oleh factor-faktor yang lebih luas atau bentuk-bentuk multiple dari kekuasaan
seperti masalah-masalah rasial, gender, seksual, ideology dan sebagainya.
4. Kritik
terhadap Rasionalitas Teknis atau Instrumental
Dewasa ini orang cendrung mementingkan alat atau
cara dan melupakan pentingnya tujuan yang akan di capai. Jadi yang diperlukan
menurut kelompok ini ialah masalah-masalah teknis sehingga melupakan apa yang
di capai dengan instrument tersebut. Mereka cenderung mementingkan apa yang
disebut “how to” dan melupakan mengapa kita harus berbuat demikian? Tentunya
juga dalam mengkritisi sikap ini bukan pula berarti bahwa tujuan menghalalkan
atau membenarkan berbagai alat. Alat itu penting namun alat hanyalah instrument
untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh evaluasi pendidikan di dalam bentuk Ujian
Nasional seharusnya hanya merupakan sekadar alat tetapi bukan merupakan ujian.
Apabila Ujian Nasional itu dijadikan tujuan untuk menyelesaikan para peserta didik
yang apabila gagal belum tentu disebabkan oleh kesalahan peserta didik. Ujian
Nasional sebaiknya merupakan suatu alat utnuk penyusun roadmap bagi upaya
peningkatan mutu pendidikan nasional.
5. Psikoanalisis
mengenai Keinginan (Desire)
Poststrukturalisme yang di ajarkan oleh
psikoanalisis mengenai keinginan manusia ternyat belum cukup untuk menjelaskan
tentang kekuasaan yang mendominasi kehidupan bersama manusia. Ternyata
keukuasan di dalam kehidupan manusia merupakan interplay antara identitas,
libido, rasionalitas, dan emosi. Hal ini berarti bahwa masalah-masalah psikis
tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan sosiopolitis di dalam masyarakat. Di
pihal lain teori psikoanalisis dapat membantu pedagogik kritis di dalam
upayanya utnuk gerakan-gerakan progresif dan emansipatoris dalam proses
pendidikan.
6. Konsep
Imanensi
Di dalam kehidupan manusia terdapat hal-hal yang
imanen, artinya yang secara hakiki terletak di dalam hakikat kemanusiaan. Paulo
Freire antara lain mengatakan bahwa terdapat sesuatu yang imanen di dalam diri
manusia yaitu keinginan untuk kebebasan atau mewujudkan sesuatu dari dirinya
sendiri. Oleh sebab itu, pada setiap diri manusia dan masyarakat terdapat suatu
keinginan untuk melepaskan diri dari berbagai jenis penindasan. Namun
melepaskan diri dari berbagai jenis penindasan saja tidak cukup, jika tidak
disertai dengan sesuatu yang merupakan imanen lainnya di dalam kehidupan
manusia ialah keinginan berdialog dengan sasama untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik. Dengan demikian imanensi akan membawa manusia itu terlepas dari
egosentrisme dan etnosentrisme dan membangun kehidupan bersama dari
keberagaman.
7. Hegemoni
Konsep hegemoni telah dicetuskan oleh seorang
komunis Italia Antonio Gramsci. Di dalam kehidupan bersama manusia tidak
seharusnya melalui cara revolusi seperti yang dikemukakan di dalam ajaran
komunisme ortodoks. Kekuasaan untuk mengadakan perubahan dapat di capai oleh
apa yang di sebut Gramsci para pemimpin organik yaitu para pemimpin yang dapat
mengadakan persuasi pengikut-pengikutnya untuk menggalang kekuatan dalam
mencapai suatu perubahan. Dalam kaitan ini pendidik adalah seorang pemimpin
organik oleh karena melalui proses pendidikan terhdapa peserta didik dapat
dipupuk suatu pandangan hidup untuk mengubah keadaaan yang menindas perkembangan
manusia. Pedagogik kritis memberi perhatian terhadap penelitian mengenai
tumbuhnya toleransi serta kehidupan berdemokrasi dengan memupuk
kekuatan-kekuatan dalam masyrakat untuk perubahan melalui jalan damai.
8. Ideolgi
Hegemoni bertalian erat dengan ideologi. Ideologi
dapat berupa bentuk-bentuk budaya, arti (meanings), berbagai jenis ritual dan
berbagai bentuk representasi di dalam kehidupan bersama manusia. Ideologi dapat
saja menggunakan cara-cara pemaksaan terhadap masyarakat melalui berbagai jenis
cara seperti propaganda, indoktrinasi, pendidikan dan berbagai peraturan.
Cara-cara demikian dapat saja dilakukan secara persuasif sebagaimana dilakukan
oleh para pemimpin organik. Terbentuknya ide yang sehat di dalam masyarakat
melalui pendidikan yang persuasif akan lebih mengakar di dalam akar rumput
(grass root) demokrasi. Pendidikan kritis atau pendidikan kreatif yang membantu
lahirnya masyarakat demokratis akan melahirkan ideologi yang bersifat
humanistis untuk menggalang kekuasaan dalam menghapuskan dalam berbagai jenis
penindasa.
9. Pentingnya
Bahasa sebagai Kekuasaan Diskursif
Bahasa bukan sekadar bunyi yang mempunyai arti,
namun mempunyai arti kontruksi di balik terwujudnya kata-kata di dalam bahasa
itu. Dari bahasa dapat di baca mengenai bnetuk-bentuk regelasi dan dominasi di
dalam kehidupan suatu masyarakat. Oleh sebab itu, terlihat di sini betapa
penting adanya suatu politik bahasa di dalam suatu masyarakat. Pepatah yang
mengatakan: Bahasa adalah gambaran suatu bangsa. Bahasa memang menggambarkan
cara hidup dan identitas suatu bangsa. Di dalam kaitan ini dapat kita mengerti
betapa pentingnya Sumpah Pemuda 1928 yang antara lain mengatakan bahwa bahasa
nasional adalah Bahasa Indonesia. Bahasan Indonesia bukan sekadar bunyi dengan
arti-arti tertentu tetapi juga menggambarkan watak dan keinginan dari bangsa
Indonesia untuk bersatu.
10. Hubungan
anatara Budaya, Kekuasan, dan Demokrasi
Kebudayaan merupakan cermin bagaiman terjadi
perebutan kekuasaan di dalam suatu masyarakat. Di dalam budaya dapat kita lihat
bagaimana produksi dan transmisi ilmu pengertahuan terjadi. Suatu contoh, kita
lihat bagaimana sistem pendidikan pada masa kolonial baik mengenai isi maupun
metode yang digunakan menggambarkan struktur kekuasaan yang ada pada waktu itu.
Sistem kelas, bahasa pengantar, metodologi, semuanya menggamabarkan supaya
untuk mempertahankan hubungan kekuasaan di dalam masyarakat koloni. Di sini
kita liat bagaimana seorang inlander (bangsa Indonesia) yang hanya cukup
berpendidikan dengan penghasilan sebenggol sehari. Demikian pula bahasa
penjajah sebagai bahasa kekuasan adalah bahasa Belanda. Kebudayan rakyat di
anggap sebagai kebudayaan kampungan atau kebudayaan kelas dua. Dalam falsafah
poskolonialisme betapa pengaruh kekuasaan pada masa kolonial sacara tidak sadar
masih juga berlaku di dalam kehidupan bangsa Indonesia di abad ke-21.
11. Hermeneutika
Dalam upaya untuk mengerti fakta-fakta di dalam
kehidupan masyarakat diperlukan interpretasi dengan mengadakan analisis
terhadap fakta-fakta tersebut. Apa yang menjadi latar belakang dari fakta-fakta
tersebut? Inilah cara-cara analitik hermeneutika yang coba mengali lebih jauh
apa yang melatarbelakangi fakta-fakta tersebut. Sebagai contoh masalah korupsi
dalam masyarakat Indonesia modern, mungkin sebabnya terletak pada masa kolonial
di mana golongan penguasa melaksanakan pemerintahan secara tidak langsung.
Artinya, para penguasa kolonial menggunakan struktur dan aparatur pemerintah
inlander dengan sistem feodalnya dalam melaksanakan kekuasaan. Seperti yang dilukiskan
oleh Multatuli, para penguasa inlander (orang Indonesia) menindas bangsanya
sendiri dan sekaligus memberika pelayanan dalam bentuk sogokan (briberry)
kepada atasan untuk mendapatkan kedudukan yang terhormat tapi sekaligus
menginjak rakyatnya sendiri.
12. Lahirnya
Pedagogik Kultural
Sebenarnya istilah pedagogik kultural merupakan
suatu yang berlebihan. Pedagogik memang seharusnya lahir dari peristiwa budaya.
Oleh sebab itu, pedagogik kritis pada dasarnya tidak telepas dari sosial budaya
suatu masyarakat. Mengisolasikan proses pendidikan dari kebudayaan akan
memberikan gambaran distrofit terhadap apa tujuan pendidikan itu sendiri.
Melalui proses pendidikan suatu masyarakat melaksanak kekuasaan di dalam
tranmisi nilai-nilai kebudayaan dan perngetahuan serta adat-istiadat. Di dalam
masyarakat tradisional, transmisi kebudayaan itu akan berjalan sebagaimana
mestinya tanpa perlawanan. Dalam masyarakat modern di perlukan sikap kritis
atau kreatif pada peserta didik dalam pengenalan atau penguasaan nilai-nilai budaya
yang telah ada. Dengan demikian, nilai-nilai tersebut dapat saja di pertahankan
dan dapat pula diadakan reformasi untuk masa depan sesuai dengan perkembangan
zaman. Pedagogik kritis meliahat peranan pendidikan yang sangat strategis di
dalam tranmisi kebudayaan dalam arti pengenalan nilai-nilai budaya yang telah
ada untuk di gunakan dan di sesuaikan dengan tuntutan zaman yang berubah dengan
cepat.
Demikianlah beberapa substansi pokok pedagogik
kritis dalam perubahan global abad ke-21. Tentunya masih banyak lagi
masalah-masalah yang di hadapi dan mendapat perhatian pedagogik kritis.
Masalah-masalah tersebut antara lain di sebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
yang sangat pesat, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, masalah
lingkungan yang menyebabkan pemanasan global, masalah ekologi, migrasi penduduk
dunia yang sangat cepat, marketisasi pendidikan, Bildung atau Halb-Bildung,
multikulturalisme dalam pendidikan dan masalah identitas, globalisasi dan
glokalisasi dalam pendidika serta banyak hal lagi yang di hadapi oleh
masyarakat modern dewasa ini.
Demikianlah beberapa substansi pokok pedagogik
kritis dalam perubahan global abad
ke-21. Tentunya masih banyak lagi masalah-masalah yang dihadapi dan mendapat
perhatian pedagogik kritis. Masalah-masalah tersebut antara lain disebabkan
oleh kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, perkembangan teknologi
komunikas dan informasi, masalah lingkungan yang menyebabkan pemanasan global,
masalah ekologi, migrasi penduduk dunia yang sangat cepat, marketisasi
pendidikan, Bildung dan Halb-Bildung, multikulturalisme dalam pendidikan dan
masalah identitas, globalisasi, dan glokalisasi dalam pendidikan serta banyak
hal lain yang dihadapi oleh masyarakat modern dewasa ini.
Pasal
8. Analisa Pedagogik Kritis
Telah kita lihat perkembangan serta substansi
pedagogik kritis. Dengan demikian, kita telah memperoleh gambaran apa yang
sebenarnya yang disajikan oleh pedagogik kritis. Apa bedanya pedagogik kritis
dengan pedagogik tradisional ? pertama-tama kita lihat prinsip utama dari
kehidupan sosial masyarakat. Selanjutnya didalam kehidupan manusia abad ke-21,
pedagogik kritis tidak terlepas dari perubahan global yang telah melahirkan
berbagai masalah krusial didalam pendidikan. Berbeda dengan pedagogik
tradisional, tentunya pedagogik kritis mempunyai ciri-ciri khas didalam
penyajiannya mengenai proses pendidikan. Analisis pedagogik kritis menurut
Michael W. Apple mengandung warna tertentu sebagai berikut :
1. Analisi
pedagogik kritis hendaknya mengandung suatu kesaksian negatif tentang fakta
pendidikan. Tujuannya bukanlah semata-mata untuk mengingkari atau meremehkan
fakta yang tampak, sebaliknya fakta tersebut merupakan kondisi utama didalam
mengadakan analisis. Sikap negatif terutama ditunjukan agar tampak dengan jelas
betapa praktik dan kebijakan pendidikan berkaitan dengan eksploitasi dan
dominasi serta perjuangan untuk mematahkan dominasi tersebut didalam
masyarakat. Jadi, sikap negatif tersebut berfungsi sebagai iluminasi terhadap
masalah yang dihadapi. Pedagogik kritis bukanlah pedagogik yang mencari-mencari
kesalahan atau kekurangan suatu kebijakan dan praksis pendidikan, namun
bertujuan untuj mencari jalan yang lebih baik dari praktik yang berlaku.
Didalam kaitan ini pedagogik kritis hanya dapat hidup apabila koreksi yang
diajukan dapat diterima baik yang pro maupun yang kontra terhadap praksis yang
berklaku. Oleh karena itu didalam masyarakat persepsi atau pengetahuan tertentu
mengenai suatu fakta merupakan suatu konsepsi dari kekuasaan yang berlaku maka
resistensi terhadap analisis pedagogik kritis biasanya sangat kuat. Didalam
kaitan ini dilakukan suatu pemaparan bahasa yang persuasif agar analisis yang
dikemukakan oleh pedagogik kritis dapat diterima dan dimengerti oleh berbagai
pihak baik yang pro maupun yang kontra.
2. Melihat
pada sikap pedagogik kritis yang negatif makadapat diantisipasi betapa
pedagogik kritis tidak mempunyai daya hidup dalam suatu masyarakat totaliter.
Pedagogik kritis hanya dapat tumbuh dan berkembang didalam masyarakat
demokratis dimana telah tumbuh secara sehat sikap toleransi dan menghargai
pendapat – pendapat yang berbeda sungguh pun pendapat – pendapat tersebut
sangat pahit diterima oleh pemegang kekuasaan.
3. Didalam
pemaparan analisis yang kritis, haruslah pula disertai dengan pemaparan kontradiksi
– kontradiksi serta membuka peluang untuk langkah – langkah yang mungkin
dilaksanakan. Didalam hal ini perlu ditunjukan melalui kajian yang mendalam
tentang program “ counter hegemony” yang sedang berjalan atau yang direncanakan
untuk dijalankan. Seorang penganut pedagogik kritis haruslah seorang strategik
ulung. “ counter hegemony” sebaiknya tidak bersinggungan dengan harga diri
seseorang bahkan memberikan motivasi kepadanya untuk melakukan yang lebih baik.
“ counter hegemony” tidak boleh merupakan suatu “ shock” dalam masyarakat yang
berakibat penolakan terhadap strategi yang baru.
4. Perumusan
kembali hasil riset. Hasil riset yang objektif yang digunakn sebagai penantang
hegemony yang sedang berjalan hendaknya diredefinisikan agar tidak merupakan bumerang
terhadap hasil – hasil pedagogik kritis. Didalam kaitanya ini diperlukan
strategi bagaimana menantang hegemoni yang asimentris dari para pelaksana yang
sebenernya antireformasi. Hal ini merupakan suatu yang pelik. Kita ingat
misalnya apa yang diperingati oleh Lord Acton: “ power trends to corrupt.
Absolute power trends to corrupt absolutely.” Didalam hal ini suatu kekuasaan
yang ditantang akan mencari banyak jalan untuk mempertahankan kuekuasaan itu
baik secara halal maupun tidak halal. Oleh sebab itu, bilamana perlu pemegang
kekuasaan yang berlaku diajak ikut serta dalam melaksanakan yang baru sehingga
dia tetap merasa memiliki dengan cara ambil bagian di dalam perubahan yang
diinginkan.
5. Didalam
melaksanakan suatu perubahan yang akan sangat sulit menantang suatu “
collective memories” dalam bentuk adat- istiadat ataupun ilmu pengetahuan. Oleh
sebab itu, kadang – kadang tradisi yang sedang berjalan dibiarkan hidup dalam
jangka waktu tetrtentu sementara itu berbagai upaya dilaksanakan upaya mengubah
tradisi tersebut dan didalam kesempatan – kesempatan yang baik mengkritisi
konsep – konsep yang berkembang dengan sangat cepat.
Kelima sikap yang di atas tersebut bukan berarti
sekaligus harus dimiliki noleh seorang pedagogik kritis. Masing – masing pedagogik
kritis menganut teori serta memiliki caranya sendiri dalam melaksanakan sifat –
sifat tersebut untuk dikembangkan dan dimanfaatkan.
D. Perkembangan Pedagogik Kritis di Indonesia.
Bagaimanakah perkembangan pedagogik kritis di
Indonesia? Barangkali salah satu jawaban mengenai pertanyaan ini dapat diambil
dari pengamatan Prof. Winarno Surakhmad yang mengamati bahwa selama 64 tahun
merdeka bangsa Indonesia baru mengenal dua Menteri Pendidikan Nasional yang
mempunyai konsep pendidikan. Dua menteri itu adalah Ki. Hajar Dewantara sebagai
Bapak Pendidikan Nasional dan Ki Mangunkarsono yang coba menerapkan prinsip-
prinsip Tamansiswa. Tilaar menambahkan Menteri Daoed Joesoef sebagai Menteri
Pendidikan Nasional yang mempunyai konsep yanitu mendasarkan pendidikan
nasional pada kebudayaan indonesia. Selanjutnya kita lihat indonesia tidak
mempunyai arah yang jelas mengenai pendidikan nasional; sebagai contoh kali
ganti menteri terjadi penggantian kebijakan. Hal ini berarti pendidikan
nasional semata – mata masih tunduk kepada kepentingan kekuasaan. Akibat dari
hal tersebut dapat dikatakan pendidikan nasional indonesia tidak mempunyai arah
yang jelas. Pada masa Orde Baru keadaan termasuk masih lumayan karena indonesia
mempunyai apa ynag disebut Garis- Garis Besar Haluan Negara (GBHN ) dimana
dirumuskan dengan jelas apa yang merupakan tujuan pendidikan nasional. Dalam
masa reformasi dewasa ini kita tidak mengenal adanya GBHN, meskipun kita
mempunyai Undang- undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang- undang
Rencana Pembangunan Jnagka Panjang selama 25 tahun. Namun demikian, didalam
pencapaian undang- undang jangka panjang tersebut untuk jangka menengah
diserahkan kepada Presiden terpilih. Dengan kata lai, pendidikan nasional
merupakan subjek bagi kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden terpilih setiap
lima tahun.
Mari kita lihat perkembangan pedagogik kritis di
indonesia yang dapat diperiodisasikan sebagai berikut:
1. Pedagogik
dalam Era Kolonial.
2. Pedagogik
dalam Era Perjuangan Nasional.
3. Langeveldisme.
4. Lahirnya
Pedagogik Kritis.
Pasal
9. Pedagogik dalam Era Kolonial
Dalam era kolonial kita mulai mengenal sistem
pendidikan formal seperti sekarang ini. Bukan berarti bahwa kita tidak mengenal
pendidikan sebelum kedatangan kaum penjajah. Dalam era kolonial berjalan dua
sistem pendidikan yaitu pendidikan kolonial dan pendidikan pesantren.
Pendidikan pesntren sudah dikenal oleh rakyat Indonesia sejak zaman Hindu
bahkan sebelum kedatangan kebudayaan Hindu, pendidikan terjadi secara informal
melalui tradisi. Pendidikan pesantren terus hidup dan berkembang baik pada
zaman kolonial maupun zaman- zaman kemudian dalam bentuk pendidikan oleh
masyarakat (swasta ).
Pendidikan formal pada masa kolonial dimulai pada
masa kolonialisme Spanyol- Portugis tujuan menduduki Nusantara ialah 3G yaitu,
Gold, Glory, Igreja atau Gereja. Gold arinya merek mencari emas hijau yaitu
rempah – rempah yang merupakan komoditi perdagangan yang mahal di Eropa.
Kemudian mereka ingin menyebarka agama Kristen sambil mendirikan gereja di
tempat yang dijajahnya. Ketika kekuasaan Spanyol- Portugis diganti oleh Belanda
dan kemudian dalam waktu yang relatif singkat oleh Inggris, pendidikan
diarahkan semata- mata untuk mempertahankan kekuasaan kolonial. Pedagogik
Kolonial adalah pedagogik Penindasan. Tujuan pendidikan ialah hanya sekedar
memberikan pendidikan yang dibutuhkan oleh kaum inlander sebagai tenaga untuk
eksploitsi. Pendidikan diberikan sekedarnya dan diarahkan kepada dominasi
kebudayaan Barat. Sementara itu, dimana- mana disertai dengan penyebaran agama
Kristen- Protestan menggantikan agama Kristen- Katolik yang tidak terlepas dari
paham kolonialisme.
Pedagogik Kolonial adalah pedagogik subordinasi yang
menambahkan sikap rendah diri dan mengakui kekuasaan para penjajah. Sikap hidup
feodalisme dikembangkan dengan mengakui adanya kekuasaan dari kelompok elite
yang menduduki kelas sosial yang paling atas ialah kelompok putih dan kemudian
menjadikan kelompok elite inlander serta Toimur- Asing sebagai perantara untuk
menindas rakyat jelata. Sikap subordinatif, matinya berfikir kritis dan kreatif
adalah hasil dari pendidikan Kolonial. Rakyat diusahakan supaya tetap bodoh
sehingga mudah dieksploitasi. Dalam analisis poskolonial ditemukan betapa
sikap- sikap tersebut masih tetap hidup dalam kehidupan modern masyarakat
indonesia. Kita lihat misalnya analisis kontroversial yang dibukukan oleh
Mochtar Lubis mengenai sikap- sikap negatif orang indonesia. Dikemukakan oleh
Mochtar Lubis antara lain sikap subordinatif serta jalan pintas dari orang
indonesia. Semua sifat- sifat tersebut merupakan ciri- ciri utama dari orang
yang kurang mendapatkam pendidikan; demikian pula sikap ABS (asal bapak senang
) atau sikap yang hanya membuat pemimpin senang dengan berbagai cara termasuk
menyogok atau korupsi telah merupakan buidaya sampai indonesia merdeka dewasa
ini. Oleh sebab itu, sikap koruptif hanya dapat dihapus secara efektif melalui
pendidikan nasional yang menanamkan sikap kejujuran, penghapusan Abs serta KKN,
mengganti pemimpin yang sekedar untuk memperoleh kekuasaan sambil menindas
rakyat. Didalam hal ini peningkatan wajib belajar yang berkualitas, pendidikan
watak ( karakter ) bangsa merupakan program- program yang krusial di dalam
pendidikan nasional dewasa ini.
Pedagogik dalam era kolonial ( abad ke.16-1908 )
merupakan konkordinasi dari pedagogik yang berkembang di Belanda. Diakui memang
dapat dapat upaya – upaya untuk mengembangkan pedagogik yang sesuai dengan
kebutuhan daerah. Salah satu upaya tersebut misalnya dilaksanakan oleh Pendeta
Roskott di Maluku dan oleh Nicolaas Graafland di Minahasa. Disekolah pendidikan
guru ditempat itu sejak pertengahan abad ke-19 telah di,ulai upaya- upaya
modernisasi p[endidikan guru seperti menghubungkan pendidikan dengan perbaikan
pertanian rakyat, memajukan pekerjaan tangan (handicraft) untuk mengembangkan
kemampuan kreativitas. Namun demikian, upaya – upaya yang sporadik tersebut
kemudian hilang ditelan zaman.
Pasal
10. Pedagogik dalam Era Perjuangan Nasional
Pendidikan modern pada era kolonial kita lihat
sangat terbelakang bahkan jumlah sekolah – sekolah formal yang didirikan oleh
pemerintah sangat terbatas meskipun pada tahhu 1905 pemerintah kolonial sudah
mulai mendirikan sekolah rakyat oleh Gubernur Jendral van Heutznamun jumlahnya
terbatas dan kualitasnya yang rendah. Bahkan diketahui pendidikan rakyat yang
lamanya hanya tiga tahun ( volk-school) menyebabkan rakyat kembali menjadi buta
huruf. Adanya program memajukan pendidikan rakyat disebabkan karena perubahan
utang negara jajahan (een eere schuld) dalam bentuk kewajiban pemerintah untuk
mencerdaskan rakyat sesudah dieksploitasi secara besar – besaran.
Kebangkitan nasional pada tahun 1908 dimuai dari
para pelajar Sekolah Dokter Jawa yang melihat keterbelakangan bangsa indonesia
dan keterpurukan bangsa karena penjajahan disebabkan karena kurang cerdasnya
bangsa oleh ketiadaan pendiudikan yang memadai. Para pemimpin bangsa mulai
menyadari betapa pendidikan merupakan kendaraan utama untuk membebaskan rakyat
indonesia dari kekuasaan penindasan.
Beberapa pemimpin Budi Utomo antara lain Ki Hadjar Dewantara mengubah
perjuangan politiknya melalui pendidikan nasional. Ketika beliau dibuang ke
Belanda pada tahun 1913 dia berupaya untuk mendalami masalah pendidikan dengan
mempelajari teori- teori pendidikan di Barat sehingga beliau memperoleh
pengalaman berharga. Ketika ia kembali ke indonesia pada tahun 1902 dia mulai
mempraktik kan teori pendidikan yang diperolehnya yang disesuaikan dengan
kebutuhan bangsa indonesia yaitu antara lain sebagai alat untuk menumbuhkan
rasa kebangsaan. Upaya tersebut dilakukan dengan mendasarkan pendidikan
nasional pada kebudayaan indonesia. Melalui kebudayaan indonesia dapat
dilahirkan nasionalisme indonesia yang akan menjadi alat untuk menantang
kekuasaan kolonialisme Belanda. Hal yang serupa pula dilaksanakan oleh Moch.
Syafei dari Kayutanam, Sumatera Barat, sekembalinya ia memperdalam pengetahuan
di Eropa: dia mendirikan lembaga pendidikan INS di Kayutanam diorientasikan
kepada alam sekitarnya. Alam sekitar indonesia merupakan kekayaan yang perlu
diteliti dan dimanfaatkan untuk kebahagiaan rakyat. Prinsip “Alam Takambang
jadi Guru” merupakan prinsip yang modern pada saat itu hingga sekarang. Alam
sekitar memberikan potensi untuk mengembangkan kemampuan dan sekaligus
menyejahterakan rakyat yangmemilikinya. Sejalan dengan itu pula lingkungan alam
harus dipelihara oleh karena ia memberikan harapan dan potensi kehidupan bagi
rakyat. Pendidikan lingkungan sudah mulai disebarkan dan dilaksanakan melalui
pendidikan INS Kayutanam oleh Moch. Syafei.
Prinsip – prinsip pendidikan Tamansiswa tahun 1922
yang kemudian disempurnakan didalam kongres tahun 1947 menggambarkan kaitan
anara pendidikan, kebudayaan, dan nasionalisme. Sumbangan pedagogik Tamansiswa
terhadap pedagogik kritis sangat besar terutama didalam mempertahankan
identitas bangsa indonesia dalam menghadapi perubahan global yang sangat cepat.
Bangsa inmdonesia bisa kehilangan identitasnya karena kehilangan arah dan
melunturnya apresiasi terhadap kebudayaan nasional. Kita lihat bagaimana sistem
pendidikan nasional dewasa ini yang berorientasi kepada standarisasi dan
liberalisasi pendidikan sebagai ciri- ciri dari neoliberalisme dan marketisasi
serta komodifikasi pendidikan, sayang sekali, dewasa ini prinsip – prinsip
pendidikan nasional yang nota bene dilahirkan oleh Bapak Pendidikan Nasional
mulai pudar oleh orientasi pendidikan yang Halb- Bildung. Pendidikan nasional
mendambakan suatu arah yang mengindonesia berarti membangun warga negara
indonesia yang sadar akan identitasnya
sambil terbuka bagi perubahan global yang tidak dapat dihindarkan. Dengan
demikian manusia indonesia tidak hanyut didalam arus globalisasi tanpa bentuk,
tetapi tetap berdiri di atas kaki nya di persada indonesia dan dapat
menyumbangkan kontribusinya terhadap kemanusiaan global. Inilah yang dimaksud
dengan pendidikan berkelas dunia yang seharusnya dituju oleh pendidikan
nasional di Indonesia.
Pasal
11. Langeveldisme
Sesudah proklamasi 17 Agustus 1945 indonesia mulai
membangun pendidikan nasionalnya. Pendidikan guru melanjutkan lembaga – lembaga
pendidikan seperti pada masa kolonial, namun diisi dengan pandangan –
p[andangan baru atau pandangan modern mengenai pendidikan. Demikian pula tahun
1954 didirikan empat perguruan tinggi pendidikan guru ( PT PG ) di Bandung.,
Malang, Tandano, dan Batu Sangkar. Teori pendidikan yang diajarkan dilembaga –
lembaga pendidikan tersebut khususnya di PTPG dan kursus – kursus B1 dan B2
pendidikan yang tersebar di indonesia mengajarkan pandangan atau teori
pendidikan yang pada waktu itu sedang berkembang di Belanda dan di Eropa pada
umumnya. Di indonesia pada waktu itu dikenal buku teks karya Prof. M.J.
Langeveld dari Universitas Utrecht. Prinsip – prinsip buku teks tersebut melihat
masalah pendidikan sebagai masalah esensial yang diperlukan oleh keberadaan
manusia. Paham eksistensialisme sedang marak pada waktu itu dan hal tersebut
menjiwai buku teks Langeveld. Namun, pandangan eksistensialisme mengenai
pendidikan dalam buku tersebut masih tetap membatasi pendidikan sebagai proses
dari lingkungan yang terbatas dan bukan merupakan bagian dari kebudayaan.
Proses pendidikan dilihat dari sebagai suatu proses an sich dan bukan merupakan
suatu kegiatan sosial-budaya-politik-ekonomi dari masyarakat modern. Meskipun
diakui prinsip – prinsip yang dikemukakan Langeveld dalam dalam bukubya
dianggap modern pada waktu itu ( 1950 – 1970 ) namun dirasakan terlalu abstrak
dan tidak menjawab tantangan – tantangan kehidupan yang realistis serta perubahan
global dewasa ini.
Langeveld mulai tergusur ketika para pendidik yang
belajar di Amerika mulai kembali ke tanah air. Mereka membawa pandangan –
pandangan progresivisme John Dewey dengan pandangan dunianya yang pragmatis
idealisme dan eksisitensialisme Langeveld digantikan oleh pragmatisme John
Dewey. Nilai positifnya ialah pendidikan mulai diarahkan dengan kebutuhan ril
dari bangsa indonesia seperti kebutuhan akan tenaga kerja, kaitan antara
pendidikan dengan kebutuhan ekonomi, sampai pada upaya melakukan prinsip “ link
and matcha” pada masa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( sekarang
Departemen Pendidikan Nasional ) dipegang oleh Prof. Wardiman Djojonegoro.
Tergusurnya idealisme Langeveld dengan pragmatisme Dewey mengalami krisis yang
menghawatirkan dengan mengdegradasikan pendidikan sebagai lembaga pelatihan.
Kita lihat misalnya gejala tumbuhnya, dengan sangat pesat, lembaga – lembaga
pendidikan swasta yang banyak berorientasi pada profit dengan bermacam mutu
pendidikannya, demikian pula dengan program – program pendidikan yang
diselenggarakan oleh Negara. Yang dipentingkan ialah program – program yang
menghasilkan tenaga kerja secepatnya sesuai dengan permintaan pasar.
Marketisasi dari privatisasi pendidikan mulai menggejala. Pendidikan mulai kehilangan
idealisme. Sejalan dengan itu mulai menurunya kualitas pendidikan diseluruh
lapisan. Banyak faktor yang menyebabkan gajala tersebut antara lain dengan
masifikasi pendidikan baik pendidikan dasar, menengah,maupun pendidikan tinggi
yang tidak disertai dengan program peningkata kualitas. Lembaga – lembaga
pendidikan berubah menjadi pabrik ijazah ( diploma mill).
Pasal
12. Pedagogik Kritis di Indonesia: Suatu Rintisan
Pedagogik kritis dalam arti yang sebenernya belum ada di Indonesia.
Sebagai rintisan pedagogik kritis dapat dikemukakan contoh empat tokoh pemikir
pendidikan nasional, yaitu 1) Prof. Winarno Surakhmad, 2) Prof Mochtar Buchori,
3) Prof. H.A.R. Tilaar, 4) Y.B. Mangunwijaya. Winarno Surakhmad Prof. Winarno Surakhmad terkenal pemikirannya
yang brilian dan kritis. Sempat mengenyam pendidikannya di University of
California dan memperoleh doctornya di IKIP Bandung. Prof. Winarno juga pernah
menduduki jabatan – jabatan penting dalam dunia pendidikan. Beliau pernah
menjadi Rektor IKIP Jakarta, Dekan Fakultas Pendisikan Universitas Brunei
Darussalam dan berbagai jabatan konsultan dalam berbagai proyek seperti yang
dibiayai oleh bantuan teknis Jepang JICA. Pengalannya yang sangat kaya dalam
dunia pendidikan di padukan dengan rasa nasionalisme yang tebal telah
melahirkan pemikiran – pemikiran yang banyak kali menggetarkan kekuasaan
pemerinta. Kritiknya terhadap perhatian pemerintah yang minim untuk pembangunan
sektor pendidikan di tengah – tengah pertemuan persatuan Guru Republik
Indonesia di Solo yang dihadiri oleh Wakil Presiden dengan lantang dia
mengemukakan bahwa sarana – saran fisik pendidikan tidak lebih baik dari
kandang ayam. Julukan “ Profesor kandang ayam “ melekat pada diri Prof, Winarno
menunjukan keprihatinannya yang sangat mendalam terhadap kondisi pendidikan di
Indonesia yang belum mendapatka perhatian yang serius dari pemerintah.
Banyak kupasan ilmiahnya dapat ditemukan di banyak
publikasi dan yang terakhir Pendidikan Nasional. Strategi dan Tragedi yamg
diterbitkan tahun 2009 mengandung kumpulan pemikiran Prof. Winarno yangmelihat
pembangunan pendidikan nasional tanpa strategi yang jelas sehingga menghasilkan
manusia indonesia yang tidak cerdas yang kemudian membawa masyarakat indonesia
kepada suatu tragedi. Prof. Winarno melihat fungsi dan peranan pendidikan
nasional yang sangat strategis didalma bentuk rasa nasionalisme dan oleh sebab
itu melihat pendidikan nasional sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan
nasional dan cita – cita nasional. Sebagai seorang penganut aga,a islam yang
saleh Prof. Winarno melihat ketiadaan relevansi pendidikan nasional dengan
pendidikan agama di lembaga – lembaga pendidikan. Menurut beliau dewasa ini
pendidikan agama lebih merupakan suatu pelajaran agama yang perlu di hafalkan
oleh peserta
3)
H.A R Tilaar
Jenjang
pengalaman akademis Tilaar dimulai di tanah kelahirannya sendiri, yaitu di
Louwerier School (Sekolah Rakyat) pada masa kolonial Belanda pada tahun 1946.
Seusai menamatkan Sekolah Rakyat Tilaar melanjutkan pendidikannya ke Chr.
Normaal School, Tomohon dan tamat dengan pujian pada tahun 1950. Setelah lulus,
lalu ia meneruskan studinya ke pendidikan tingkat menengah atas di Kweek
school, Tomohon dan tamat dengan pujian pada tahun 1952. Pada tahun 1957-1959,
Tilaar meneruskan pendidikannya di Sekolah Pendidikan Guru B-I dan B-II Ilmu
Mendidik di Bandung dan lulus dengan pujian. Kemudian berkuliah di Universitas
Indonesia dan meraih gelar sarjana pendidikannya dengan yudisium cumlaude pada
tahun 1961(H.A.R. Tilaar, 339. 2005). Pengalaman pendidikan Tilaar sendiri
lebih terkonsentrasi pada jurusan pendidikan.
Kemudian pada tahun 1964, Tilaar mendapatkan kesempatan belajar ke luar
negeri di Amerika Serikat. Selama berada di negeri Paman Sam tersebut
(1964-1965), dia belajar di University of Chicago melalui jalur beasiswa dari
USAID. Tilaar berhasil memperoleh gelar Master of Science of Education dari
Indiana University, Bloomington, Amerika Serikat, pada tahun 1967. Pada tahun
2002 dia menerbitkan buku perubahan social dan pendidikan. Pengantar pedagogik
transformatif untuk Indonesia. Buku ini menyajikan rintisan pedagogic kritis
yang di inspirasikan oleh filsafat social kritis dan posmodernisme dan
selanjutnya memaparkan gagasan awal penulis mengenai pedagogic transformative.
Merurut
Tilaar pedagogik kritis sbb. (Tilaar dan Paat, 2011):
a. Pedagogik kritis hendaknya mengandung suatu
kesaksian negatif tentang fakta pendidikan. Tujuannya bukan untuk meremehkan
fakta yang tampak, namun sebagai fakta untuk analisis. Pedagogik kritis bukan
pedagogik yang mencari-cari kesalahan atau kekurangan suatu kebijakan dalam
praksis pendidikan, namun bertujuan untuk mencari jalan yang lebih baik dari
praktik yang sedang berjalan.
b. Pedagogik kritis tidak bisa hidup dalam
masyarakat yang totaliter, sebaliknya pedagogik kritis dapat tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat yang demokratis.
c. Pemaparan kontradiksi perlu untuk menunjukkan
kajian mendalam counter hegemonydengan menggunakan analisis strategi.
D. Diperlukan strategi untuk menantang hegemoni yang
asimetri.
e. Perubahan sosial itu gradual.
Pedagogik kritis membawa kita merenungkan kemabali fungsi pendidikan
nasional yang genuine dan tidak sekedar untuk memenuhi kepentingan kelompok
dalam masyarakat kita. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan
multikuturlar yang kaya akan budayanya sebagai modal kultural dalam menghadapi
berbagai masalah kemasyarakatanglobal dan modal social utama di dalam
pembangunan Indonesia yang jaya di massa depan.
4)
Y.B. Mangunwijaya ( Romo Mangun, 1929 – 1999 )
Romo Mangun seorang sarjana Indonesia
paripuna. Sebagai seorang pemuda pelajar pejuang ia mengambil bagian dalam revolusi fisik
kemerdekaan Indonesia. Sesudah ia merampungkan pendidikan menengahnya ia
melanjutkan pendidikannya menjadi rohaniwan katolik. Kemudian ia melanjutkan
pendidikan tingginya di institut teknologi bandung ( ITB ) dan di selesaikan di
Rheinisch Westphalische technische hochshule, Aachen, Jerman, dengan memperoleh
ijazah diploma ingeniuer pada tahun 1966, sekembalinya dia di Indonesia ia
terus bekarya sebagai rohniwan di samping seorang arsitek yang menonjol dengan
karya karya arsitekturnya yang monumental.
Karya romo mangun dalam bidang kemasyarakatan menjadikannya seabagi
paolo Freire Indonesia bahkan mungkin melebihi perjuangan paolo Freire karna
cakupan karyanya dalam berbagai aspek kehidupannya masyarakat. Rakyat kecil
tidak berkuasa untuk bangkit dari keterpurukannya sebab mereka tidak berdaya
karena di libas oleh kekuasaanya yang lebih dashyat. Kekuasaan eksternal itu dapat
datang dari penguasa ( pemerintah local atau pusat ), budaya asing, modal
asing, gelombang globalisasi dan struktur social yang mengungkung nya.
Pemberdayaan rakyat dapat di
wujudkan melalui proses pendidikan, baik pendiidikan formal, pendidikan luar
sekolah, dan pendidikan politik dalam masyarakat. Rakyat yang berdaya apabila
dia mampunya rasa harga diri, memiliki kebudayaan sendiri dan bukan kebudayan
asing. Romo mangun telah mempraktikkan prinsip praksis pendidikan yaitu
mengawinkan antara teori dan praktik pendidikan dengan bukan saja mendirikan
sekolah dasar eksperimen , juga mendasarkan pendidikan baik formal maupun
pendidikan rakyat berdasarkan budaya. Romo mangun telah merintis pedagogic
kritis dan pedagogik kurtular di Indonesia.
Pengaruh
Pemikir Filsafat Terhadap Pemikiran Y.B. Mangunwijaya
1.Paulo
Freire
Semangat dan kerja keras
dari Paulo Freire
dan Y.B. Mangunwijaya dalam
mendampingi serta memperjuangkan hak
kaum miskin memiliki
kesamaan. Mereka rela
mengorbankan seluruh pikiran,
tenaga maupun harta
guna kepentingan kaum
miskin. Perjuangan yang dilakukuan
Y.B. Mangunwijaya merupakan
penyambung dari perjuangan
Paulo Freira dalam
memberikan pendidikan yang
layak dan pembebasan
terhadap masyarakat miskin dari
segala bentuk penindasan yang dilakukan penguasa. Y.B. Mangunwijaya
sangat mendukung terhadap
konsep Paulo Freire
tentang pendidikan yang
membebaskan, pendidikan yang
memanusiakan. Pendidikan yang
memiliki tema yang
selalu seragam dan
mendominasi. Maka pendidikan
seperti ini sangat
merugikan sehingga harus
dihapus dari tema
tersebut. Mengingat
pendidikan harus berjalan
sesuai kondisi dan keadaan yang ada
disekitarnya. Perjuangan Paulo Freira
dalam bidang kemanusian
tidak lahir dengan
sendirinya sama dengan
apa yang dilakukan
oleh Y.B. Mangunwijaya yang
sama-sama senang mendamping
masyarakat miskin dalam
memperjuangkan haknya. Namun
perbedaannya hanya Y.B.
Mangunwijaya berjuang tidak
di bawah lembagaresmi
seperti yang di
kerjakan Paulo Freire.
2.Celestine
Freinet
Celestine Freinet tidak mendukung praktek dalam pendidikan yang hanya
menjadikan anak sebagai robot.
Seharusnya sekolah adalah
tempat anak untuk
memekarkan bakatnya bersama
teman-teman. Hal ini juga
yang didukung oleh
Y.B. Mangunwijaya bahwa
praktek ini ternyata
tidak hanya ada
dalam pendidikan militer.
Selama Orde Baru
di Indonesia pendidikan
bersifat satu arah.
Terlihat dari apa
yang diajarkan guru
kepada peserta didik.
Hanya guru yang
aktif dalam proses
pembelajaran. Begitu juga
dalam proses penentuan
tema-tema yang akan
dipelajari. Selebihnya peserta
didik hanya dibuat
diam dan mengikuti
setiap perintah guru.Kesamaan
antara Y.B. Mangunwijaya dan
Celestine Freinet adalah
sama-sama mementingkan unsur pedagogik
dalam pelajaran. Selain
itu pengalaman yang
dilalui juga pernah
menjadi bagian dalam
militer. Sehingga mengerti
bagaimana pendidikan yang
dijalankan serta bagaimana akibatnya.
Demikianlah sumbangan beberapa tokoh perintis pedagogik kritis di
Indonesia dengan harapan semoga lahir lebih banyak lagi para pemikir pedagogik
kritis untuk membangun system pendidikan nasional yaitu dapat menyusun system
pendidikan nasional yang dapat menyusun praksis pendidikan nasional bukan
kearah tragedi , tetapi kearah kejayaan bangsa Indonesia
REFERENSI
Apple, Micheal W, 1992 Education and Power. New York: Routledge.
Blake, Nigel; Paul Smeyers; Richard Smith; Paul Standish ( editor ).
2003. Philosophy of Education. Malden, MA, USA: Blackwell Publishing.
Buchori, Mochtar,. 1994. Ilmu Pendidikan dan praktek pendidikan.
Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
------, 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius
Darder, Antonio; Martha P. Baltodano; Rodolfo D. Torres (editors). 2009.
The Cartical Pedagogy Reader (second edition).London: Routlege
Giroux, Henrry. 1993. Theory and Resistance in Education. South Hadley,
MA: Bergin & Gervey
Kumpulan tulisan “ Seminar Reorientasi Ilmu Pendidikan di Indonesia “
1996. Reorientasi Ilmu Pendidikan di Indonesia. Majalah Education Indonesia
& IKIP Muhammadiyah Jakarta Press, Jakarta
Mangunwijaya, Y.B. 2004. Pendidikan Pemerdekaan. Dinamika Edukasi Dasar
Misereor/KZE, Yogyakarta.
Mc.Laren, Peter & Joe L. Kincheloe
(editors). 2007. Critical Pedagogy. Where Are We Now? New York: Petter Lang
Publishing, Inc.
Tilaar, H.A.R. 2002. “Perubahan Sosial dan Pendidikan”. Pengantar
Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
--------. 2004. Multikulturalisme. Tantangan-Tantangan Global Massa
Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
---------.2007. Mengindonesia. Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia.
Tinjauan dari Prespektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
----------.2009. Kekuasaan dan Pendidikan. Manajemen Pendidikan
Nasioanal dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta
----------. & Riant Nugroho.
2008. Kebijakan Pendidikan. Pengantar untuk Memahami Kebijakan
Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusENCORE AT TIERIAN CASINO - TITIAN ART
BalasHapusIt's a stunning ceramic vs titanium curling iron site with gorgeous rooms and wonderful suppliers of metal views of 2017 ford focus titanium the city. The hotel titanium damascus is decorated in a stunning, stiletto titanium hammer modern style, providing a comfortable
r463r3jkgeu043 horse dildo,sex toys,vibrators,finger vibrator,vibrating dildos,Wand Massagers,dildos,sex chair,Discreet Vibrators y386n8pibgl794
BalasHapus